![]() |
| Source : CNN |
Penulis : Irza
Transisi dari masa SMA ke perkuliahan merupakan tantangan yang besar bagi mahasiswa. Kehidupan kampus yang jauh berbeda dari sekolah mengharuskan mereka untuk bisa beradaptasi agar tidak tertinggal dari yang lainnya. Semua hal terasa menjadi bahan untuk dipersaingkan, baik dari segi akademis, maupun non akademis. Gaya hidup menjadi salah satu hal yang paling diperhatikan dalam hal ini.
Kekhawatiran muncul disebabkan semua itu. Setiap hal yang baru dan umum dilakukan mahasiswa, rasanya tertinggal bukan jika belum mengikutinya? Itulah yang dinamakan FOMO.
Fear of Missing Out (FOMO) adalah perasaan takut akan tertinggal oleh yang lain apabila tidak update tentang sesuatu secara intens atau melakukan hal yang dilakukan banyak orang.
FOMO ini menjadi cukup berbahaya bagi kesehatan mental apabila terus dituruti. Apabila tidak dilakukan, kita merasa telah melakukan hal yang salah dan mengutuki berbagai dampak yang akan diterima dirinya. Kecemasan yang bertumpuk akan menjadi semakin kompleks apabila tidak diantisipasi. Selain itu, kehadiran media sosial dan penggunaannya secara berlebihan semakin memperburuk keadaan. Hal itu disebabkan karena kita seringkali menjadikan kehidupan orang lain di media sosial sebagai standar bagi kehidupan kita.
Seorang mahasiswa harus mampu mengantisipasi FOMO agar tetap waras dalam menjalani kehidupan perkuliahan. Beberapa hal mungkin dapat dilakukan sebagai sebuah upaya untuk itu.
Upaya pertama adalah dengan membatasi penggunaan media sosial. Meskipun tidak dapat dihindarkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk yang berhubungan dengan perkuliahan, mahasiswa harus pandai mengatur waktu dalam bermedia sosial. Sistem yang dijalankan oleh media sosial selalu membujuk kita untuk terus menghabiskan waktu disana. Selain me time, detoks media sosial terkadang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan mental kita. Relasi antara penggunaan media sosial dan dampaknya bagi kesehatan mental sudah banyak diteliti oleh para ahli.
Selain membatasi penggunaan media sosial, ada hal yang tak kalah penting, yaitu memilih lingkungan pertemanan. Seringkali tanpa disadari, temanlah yang mampu menjerembabkan kita pada hal yang kurang baik. Lingkungan pertemanan yang saling bersaing dan harus selalu mengikuti tren nampaknya harus dihindari. Memilih lingkungan pertemanan yang sehat dan suportif dalam kebaikan adalah pilihan tepat. Saling memaklumi dan menerima kekurangan masing-masing adalah kunci untuk menghindari FOMO.
Hal yang terakhir adalah menerima kekurangan dan bangga terhadap diri sendiri. Rasa cukup terhadap kemampuan diri sendiri, baik dari kemampuan akademis, fisik, finansial, dan lain sebagainya adalah kunci hidup tenang dalam perkuliahan. Selain rasa cukup, kita juga harus bangga terhadap semua itu. Ketika sudah merasa cukup dan bangga, maka pencapaian orang sebesar apapun tidak akan membuat kita takut dan khawatir tertinggal dari mereka.
Sulitnya bertahan di kehidupan perkuliahan yang terlalu banyak FOMO didalamnya mungkin bisa diantisipasi dengan beberapa hal diatas. Meskipun tidak selalu efektif, yang paling penting adalah berusaha dan mencoba melakukannya. Tetap semangat mahasiswa! Jangan lupa selalu mengapresiasi diri sendiri!

Comments
Post a Comment